SELAMAT DATANG DI REPUBLIK JANGENG (republik gila)

Kamis, 29 Januari 2015

MASA PEMERINTAHAN RAJA BONE KE II (DUA) LAUMMASA DIGELAR PETTA PANREBESSIE



            
Setelah peristiwa “ Mata silompoE-E, ManurungngE ri Matajang ( Raja Bone ke 1 (pertama)  menghilang meninggalakan-tempat, atau dalam bahasa bugis “ Mallajang” telah diketahui para matoa dan rakyat Bone, maka segera mengarahkan serta mengumpulkan rakyat banyak, lalu melantik “laummasa” menjadi raja bone menggantikan Ayahanda Baginda sebgaia Raja Bone Ke II.

            Raja Bone Laummasa kawin dengan seorang rakyat biasa atau biasa di kenal dengan bahasa bugis “ Tosama” dan dari perkawinan ini memberikan Raja bone Laummasa 2 (dua) orang anak, Masing-masing bernama To-Suwalle dan To-Salawakka.

            Raja Bone Laummasa di kenal juga “To- Mulaiyye-panreng, setelah menjadi raja /mangkau. Di bone beliau hanya di payungi dengan “kaliyawona” , jika bepergian tidak lagi dinaungi dan langsung kena matahari karena tidak ada lagi paying di Bone waktu itu. Beliau disebut To-Mulaiyye-panreng dikenal dan dapat di puja karena sadar dan bijaksana, diakui pula lebih hati-hati dan sangat waspada serta kuat dan teguh pendirian.

            Kembali di ungkapkan disini, bahwa setelah pemerintahan “kawerrang” di bawah pimpinan ManurungngE ri Matajang (Raja Bone I) dapat menciptakan perdamaian dan mengembangkan usaha-usaha kemakmuran dalam negeri, sampai pada masa Laummasa Petta Panre BessiE (Raja Bone Ke II) putra To-Manurung tersebut, menjadi pemimpin “Kawerrang” melanjutkan kepemimpinan ayah baginda, maka diambillah inisiatip dan dilakukan dasar penataan selanjutnya yaitu:

1.     Ikatan Kawerrang (federasi) dihapuskan dan menjadi ikatan ke tujuh wanua (negeri) itu, menjadi negara kesatuan, kerajaan Bone yang disebut Tanah Bone. Hal ini menetukan secara resmi dan nyata sebutan status pemerintahan di Bone tersebut Kerajaan.
2.     Sejak itu Kerajaan Bone diperintahkan oleh Raja Bone yang disebut Mangkau’-E ri Bone (orang yang berdaulat di bone)
3.     Dalam melaksanakan pemerinthan Raja Bone dibantu oleh tujuh kepala Wanua (negeri) asal itu, dan masing-masing memangku jabatan kerajaan sebagai Menteri Kerajaan yang sejak pada mulanya mesih disebut matowa dan kemudian sebutan Matowa berubah menjadi “Ade’PituE”.
4.     Negeri lain yang kemudian menggabungkan diri atau mendapat perlindungan dari kerjaan Bone itu menjadi daerah yang langsung di bawah kekuasaan Raja Bone, dengan menempatkan raja-bawahan yang disebut Arung Palili’ di Wanua atau di Negeri itu.
5.     Raja Bone sebagai figure sentral, menjadi pusat orientasi segenap hubungan kekerabatan.  Hubungan kekerabatan menjadi amata fungsional, sehingga tercipta struktur politik kerajaan yang didukung oleh hubungan kekerabatan yang berpola dalam struktur social. Semua Pejabat kerajaan mulai dari pusat sampai ke desa-desa, mempunyai pertalian kekerabatan yang dipelihara dengan cermat dan keras.


Raja Bone Laummasa Petta Panre BessiE terkenal pada masanya sebagai pencipta pertama di kerajaan Bone membuat dan menggunakan alat-alat senjata dan pertanian yang terbuat dari Besi, dengan mempergunakan alat tempahan (landasan) dari palu dan landasan yang disebut Lanreseng ManurungngE” (penulis : benda-benda tersebut sampai sekarang mesih tersimpan bersama-sama benda-benda lainnya sebagai arrajang” di Istana Kerajaan Bone (lambing kebesaran) dari kerajaan Bone dahulu. Dari sebab itu baginda digelar petta Panre BessiE (Raja yang bertukang Besi).

Menurut keterangan yang di peroleh dari kalangan orang-orang Tua bahwa landasan ManurungngE tersebut bersama palunya di temukan di zaman Raja Bone Laummasa ini, suatu tempat yang bernama Lasonrong ( penulis : Lasonrong adalah Tempat tersebut masuk dalam Kota Watampone), yang Menurut anggapan waktu itu bahwa landasan Manurung itu benda luar biasa, karena ditemukan sesudah terjadinya guruh dan petir. Dari sebab itu benda tersebut dinamakan landasan Lanreseng manurung.

Tersebut dalam lontara, bahwa raja Bone Laummasa dengan dibantu oleh para Matowa melanjutkan usaha ayahanda Baginda mengatur kemashalatan rakyat banyak pada umumnya. Disamping itu berusaha pula untuk memperluas kerajaan Bone dengan jalan menerima penggabungan daerah-daerah disekitar tanah Bone menjadi daerah bagian dari kerajaan bone. Pada zaman baginda menduduki tahta kerajaan Bone bergabunglah daerah: Biru, Maloi, Anrobiring, dan Majang menjadi bagian kerajaan Bone.

Didalam lontara pula disebutkan, bahwa raja Bone Laummasa ini sangat di cintai oleh Rakyatnya, karena selalu berhati-hati dan waspada dalam menjaga serta memperhatikan kepentingan rakyatnya dikenal dan disebut tiddak ada seorang yang sama besar badannya, tingginya dan kekuatannya di Bone pada masanya.

Seorang saudara raja Bone Laummasa yang bernama Patanra Wanua kawin dengan Raja dari Kerajaan Palakka yang bernama Lappattikkeng. Pada suatu waktu terjadi pertentangan antara raja Bone Laummasa dengan Iparnya Raja Palakka Lapattikkeng, disebabkan persoalan bahannya/ miliknya yang diakui masing-masing mempunyai hak, mengakibatkan kedua belah pihak terpaksa menggerahkan pasukannya masing-masing dan terjadilah pemerangan antar kedua pihak. Dalam Lontara disebut, bahwa peperangan ini berlangsung selama tiga bulan, kemudian kedua belah pihak menghentikannya. Setelah Beberapa waktu berjalan sesudah terjadinya peperanga tersebut, pada suatu malam raja Bone Laummasa bermimpi melihat adiknya ( permainsuri Raja Palakka ) dalam keadaan hamil tua dan akan tiba masanya bersalin.

Berhubung karena beliau memperoleh berita, bahwa Raja Palakka ( Ipar Raja Bone laummasa ) pernah berpesan kepada permainsuri agar supaya jika ia bersalin dan melahirkan anak yang dikandungnya itu ternyata laki-laki, hendaknya di binasakan atau di bunuh karena dikawatirkan akan menjadi musuh kemudian hari. Dari sebab itu pada keesokan harinya, raja Bone Laummasa memanggil kedua putranya ( To- suwalle dengan To-Salawakka), di perintahkan segera berangkat ke Palakka melihat keadaan “ patanra Wanua” (permainsuri raja Palakka) tersebut dengan amanah: “ apabila patanra Wanua sudah bersalin, supaya segera mengambil anaknya yang baru lahir itu bawa ke Bone. Setelah mereka berdua selesai menerima perintah dan amanah tersebut, dengan cepat keduanya berangkat ke palakka. Setibanya diPalakka mereka langsung ke Istana Raja Palakka yang pada waktu itu kebetulan Raja Palakka tidak berada di istananya. Tidak berapa lama kemudian kedua putra raja Bone laummasa ( To-suwalle dan To-salawakka) itu tiba dan berada di istana Raja Palakka, permainsuri raja Palakka ( Patanra Wanua) selesai bersalin dan melhairkan seorang putra, dengan segara kedua putra raja Bone Laummasa tersebut mengambil bayi yang baru lahir itu dan membawanya langsung ke Bone pada istana raja Bone. Raja Bone Laummasa sangat girang melihat bayi keponakannya di bawah oleh kedua putranya dan pada saat itu juga Raja Bone memerintahkan supaya semua rakyat Bone berkumpul pada besok pagi harinya dengan membawa perlengkapan perang.

Pada kesokan harinya dan pada waktu yang telah ditentukan, berkumpullah rakyat Bone bersama para Matowa diistana Raja Bone, di dalam keadaan demikian, oleh raja Bone Laummasa mengumumkan, bahwa bayi tersebut di beri nama “LASALIYU” dan sekaligus digelar “ KERAMPELUWA” berhubungan karena bayi tersebut mempunyai rambut yang lebat dan mengarah keatas. Selanjutnya dalam pertemuan itu pula turut diumumkan, bahwa tahta kerajaan Bone bersama amanat rakyat yang diterimanya dari ayah anda Baginda (ManurungngE ri Matajang Raja Bone ke I) diserahkannya kepada “LASALIYU KERAMPELUWA” .  Sejak waktu itu Raja Laummasa turun dari istana dan sebagai Raja Bone ke III (tiga) ialah “LASALIYU KERAMPULA” atas persetujuan rakyat Bone. Adapun sebabnya raja Bone kepada “LASALIYU KERAMPULA” atas persetujuan rakyat dalam usia yang baru sehari itu, ialah karena kedua putera beliau (To-suwalle dan To-Salawakka) tidak berhak menduduki takhta kerajaan Bone, karena pihak ibunya bukan keturunan bangsawan sederajat dengan ayahandanya.

Tujuh belas tahun kemudian sesudah penunjukan “LASALIYU KERAMPELUWA” menjadi raja Bone ke III (tiga), maka raja Bone Laummasa mangkat, di kebumikan/ dikuburkan. Dari sebab itu Baginda diberi gelar puatta mulaiyye-Panreng, yang berarti : yang mulai dikebumikan atau dikuburkan.

Raja Bone Laummasa Petta Panre BessiE Mulaiyye-Panreng, menduduki takhta kerajaan Bone selama 28 tahun ( 1370-1398).

Penulis mengutip sebuah makna yang terkandung di masa Kerajaan Bone yang Ke II (Laummasa Petta Panre BessiE Mulaiyye-Panreng) yaitu raja yang pandai membuat alat-alat memakai bahan besi, raja yang bijaksana dan memiliki jiwa yang tenang, raja yang kuat dan penuh dengan keteguhan serta jiwa yang tinggi, raja yang pemerintahannya menghapuskan Ikatan Kawerrang (federasi) dan menjadi ikatan Tujuh Wanua (negeri) itu, menjadi Negara kesatuan. Maka terbentuklah “Ade ‘PituE” sebagai Meteri Kerajaan. Awal mulanya kerajaan Bone menjadi pusat orientasi segenap hubungan kekerabatan, sehingga terciptalah struktur politik yang berpola dalam struktur social.

Sumber Buku : SEJARAH KERAJAAN TANAH BONE (Masa Raja Pertama dan Raja-Raja Kemudiannya Sebelum Masuknya Islam Sampai terakhir) 
Andi Palloge Petta Nabba
Desember 1990
diterbitkan pertama kali oleh penerbit Yayasan Al Muallim Desember 2006

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design Downloaded from Free Blogger Templates | free website templates | Free Vector Graphics | Web Design Resources.