Setelah
peristiwa “ Mata silompoE-E, ManurungngE ri Matajang ( Raja Bone ke 1
(pertama) menghilang
meninggalakan-tempat, atau dalam bahasa bugis “ Mallajang” telah diketahui para
matoa dan rakyat Bone, maka segera mengarahkan serta mengumpulkan rakyat
banyak, lalu melantik “laummasa” menjadi raja bone menggantikan Ayahanda
Baginda sebgaia Raja Bone Ke II.
Raja
Bone Laummasa kawin dengan seorang rakyat biasa atau biasa di kenal dengan
bahasa bugis “ Tosama” dan dari perkawinan ini memberikan Raja bone Laummasa 2
(dua) orang anak, Masing-masing bernama To-Suwalle dan To-Salawakka.
Raja
Bone Laummasa di kenal juga “To- Mulaiyye-panreng, setelah menjadi raja
/mangkau. Di bone beliau hanya di payungi dengan “kaliyawona” , jika bepergian
tidak lagi dinaungi dan langsung kena matahari karena tidak ada lagi paying di
Bone waktu itu. Beliau disebut To-Mulaiyye-panreng dikenal dan dapat di puja
karena sadar dan bijaksana, diakui pula lebih hati-hati dan sangat waspada
serta kuat dan teguh pendirian.
Kembali
di ungkapkan disini, bahwa setelah pemerintahan “kawerrang” di bawah pimpinan
ManurungngE ri Matajang (Raja Bone I) dapat menciptakan perdamaian dan
mengembangkan usaha-usaha kemakmuran dalam negeri, sampai pada masa Laummasa
Petta Panre BessiE (Raja Bone Ke II) putra To-Manurung tersebut, menjadi
pemimpin “Kawerrang” melanjutkan kepemimpinan ayah baginda, maka diambillah
inisiatip dan dilakukan dasar penataan selanjutnya yaitu:
1. Ikatan
Kawerrang (federasi) dihapuskan dan menjadi ikatan ke tujuh wanua (negeri) itu,
menjadi negara kesatuan, kerajaan Bone yang disebut Tanah Bone. Hal ini
menetukan secara resmi dan nyata sebutan status pemerintahan di Bone tersebut
Kerajaan.
2. Sejak
itu Kerajaan Bone diperintahkan oleh Raja Bone yang disebut Mangkau’-E ri Bone
(orang yang berdaulat di bone)
3. Dalam
melaksanakan pemerinthan Raja Bone dibantu oleh tujuh kepala Wanua (negeri)
asal itu, dan masing-masing memangku jabatan kerajaan sebagai Menteri Kerajaan
yang sejak pada mulanya mesih disebut matowa dan kemudian sebutan Matowa
berubah menjadi “Ade’PituE”.
4. Negeri
lain yang kemudian menggabungkan diri atau mendapat perlindungan dari kerjaan
Bone itu menjadi daerah yang langsung di bawah kekuasaan Raja Bone, dengan
menempatkan raja-bawahan yang disebut Arung Palili’ di Wanua atau di Negeri
itu.
5. Raja
Bone sebagai figure sentral, menjadi pusat orientasi segenap hubungan
kekerabatan. Hubungan kekerabatan
menjadi amata fungsional, sehingga tercipta struktur politik kerajaan yang
didukung oleh hubungan kekerabatan yang berpola dalam struktur social. Semua
Pejabat kerajaan mulai dari pusat sampai ke desa-desa, mempunyai pertalian
kekerabatan yang dipelihara dengan cermat dan keras.
Raja Bone Laummasa Petta
Panre BessiE terkenal pada masanya sebagai pencipta pertama di kerajaan Bone
membuat dan menggunakan alat-alat senjata dan pertanian yang terbuat dari Besi,
dengan mempergunakan alat tempahan (landasan) dari palu dan landasan yang
disebut Lanreseng ManurungngE” (penulis : benda-benda tersebut sampai sekarang
mesih tersimpan bersama-sama benda-benda lainnya sebagai arrajang” di Istana
Kerajaan Bone (lambing kebesaran) dari kerajaan Bone dahulu. Dari sebab itu
baginda digelar petta Panre BessiE (Raja yang bertukang Besi).
Menurut keterangan yang di
peroleh dari kalangan orang-orang Tua bahwa landasan ManurungngE tersebut
bersama palunya di temukan di zaman Raja Bone Laummasa ini, suatu tempat yang
bernama Lasonrong ( penulis : Lasonrong adalah Tempat tersebut masuk dalam Kota
Watampone), yang Menurut anggapan waktu itu bahwa landasan Manurung itu benda
luar biasa, karena ditemukan sesudah terjadinya guruh dan petir. Dari sebab itu
benda tersebut dinamakan landasan Lanreseng manurung.
Tersebut dalam lontara,
bahwa raja Bone Laummasa dengan dibantu oleh para Matowa melanjutkan usaha ayahanda
Baginda mengatur kemashalatan rakyat banyak pada umumnya. Disamping itu
berusaha pula untuk memperluas kerajaan Bone dengan jalan menerima penggabungan
daerah-daerah disekitar tanah Bone menjadi daerah bagian dari kerajaan bone.
Pada zaman baginda menduduki tahta kerajaan Bone bergabunglah daerah: Biru,
Maloi, Anrobiring, dan Majang menjadi bagian kerajaan Bone.
Didalam lontara pula
disebutkan, bahwa raja Bone Laummasa ini sangat di cintai oleh Rakyatnya,
karena selalu berhati-hati dan waspada dalam menjaga serta memperhatikan
kepentingan rakyatnya dikenal dan disebut tiddak ada seorang yang sama besar
badannya, tingginya dan kekuatannya di Bone pada masanya.
Seorang saudara raja Bone
Laummasa yang bernama Patanra Wanua kawin dengan Raja dari Kerajaan Palakka
yang bernama Lappattikkeng. Pada suatu waktu terjadi pertentangan antara raja
Bone Laummasa dengan Iparnya Raja Palakka Lapattikkeng, disebabkan persoalan
bahannya/ miliknya yang diakui masing-masing mempunyai hak, mengakibatkan kedua
belah pihak terpaksa menggerahkan pasukannya masing-masing dan terjadilah
pemerangan antar kedua pihak. Dalam Lontara disebut, bahwa peperangan ini
berlangsung selama tiga bulan, kemudian kedua belah pihak menghentikannya.
Setelah Beberapa waktu berjalan sesudah terjadinya peperanga tersebut, pada
suatu malam raja Bone Laummasa bermimpi melihat adiknya ( permainsuri Raja
Palakka ) dalam keadaan hamil tua dan akan tiba masanya bersalin.
Berhubung karena beliau
memperoleh berita, bahwa Raja Palakka ( Ipar Raja Bone laummasa ) pernah
berpesan kepada permainsuri agar supaya jika ia bersalin dan melahirkan anak
yang dikandungnya itu ternyata laki-laki, hendaknya di binasakan atau di bunuh
karena dikawatirkan akan menjadi musuh kemudian hari. Dari sebab itu pada
keesokan harinya, raja Bone Laummasa memanggil kedua putranya ( To- suwalle
dengan To-Salawakka), di perintahkan segera berangkat ke Palakka melihat
keadaan “ patanra Wanua” (permainsuri raja Palakka) tersebut dengan amanah: “
apabila patanra Wanua sudah bersalin, supaya segera mengambil anaknya yang baru
lahir itu bawa ke Bone. Setelah mereka berdua selesai menerima perintah dan
amanah tersebut, dengan cepat keduanya berangkat ke palakka. Setibanya
diPalakka mereka langsung ke Istana Raja Palakka yang pada waktu itu kebetulan
Raja Palakka tidak berada di istananya. Tidak berapa lama kemudian kedua putra
raja Bone laummasa ( To-suwalle dan To-salawakka) itu tiba dan berada di istana
Raja Palakka, permainsuri raja Palakka ( Patanra Wanua) selesai bersalin dan
melhairkan seorang putra, dengan segara kedua putra raja Bone Laummasa tersebut
mengambil bayi yang baru lahir itu dan membawanya langsung ke Bone pada istana
raja Bone. Raja Bone Laummasa sangat girang melihat bayi keponakannya di bawah
oleh kedua putranya dan pada saat itu juga Raja Bone memerintahkan supaya semua
rakyat Bone berkumpul pada besok pagi harinya dengan membawa perlengkapan
perang.
Pada kesokan harinya dan
pada waktu yang telah ditentukan, berkumpullah rakyat Bone bersama para Matowa
diistana Raja Bone, di dalam keadaan demikian, oleh raja Bone Laummasa
mengumumkan, bahwa bayi tersebut di beri nama “LASALIYU” dan sekaligus digelar
“ KERAMPELUWA” berhubungan karena bayi tersebut mempunyai rambut yang lebat dan
mengarah keatas. Selanjutnya dalam pertemuan itu pula turut diumumkan, bahwa
tahta kerajaan Bone bersama amanat rakyat yang diterimanya dari ayah anda
Baginda (ManurungngE ri Matajang Raja Bone ke I) diserahkannya kepada “LASALIYU
KERAMPELUWA” . Sejak waktu itu Raja
Laummasa turun dari istana dan sebagai Raja Bone ke III (tiga) ialah “LASALIYU
KERAMPULA” atas persetujuan rakyat Bone. Adapun sebabnya raja Bone kepada
“LASALIYU KERAMPULA” atas persetujuan rakyat dalam usia yang baru sehari itu,
ialah karena kedua putera beliau (To-suwalle dan To-Salawakka) tidak berhak
menduduki takhta kerajaan Bone, karena pihak ibunya bukan keturunan bangsawan
sederajat dengan ayahandanya.
Tujuh belas tahun kemudian
sesudah penunjukan “LASALIYU KERAMPELUWA” menjadi raja Bone ke III (tiga), maka
raja Bone Laummasa mangkat, di kebumikan/ dikuburkan. Dari sebab itu Baginda diberi
gelar puatta mulaiyye-Panreng, yang berarti : yang mulai dikebumikan atau
dikuburkan.
Raja Bone Laummasa Petta
Panre BessiE Mulaiyye-Panreng, menduduki takhta kerajaan Bone selama 28 tahun (
1370-1398).
Penulis mengutip sebuah
makna yang terkandung di masa Kerajaan Bone yang Ke II (Laummasa Petta Panre
BessiE Mulaiyye-Panreng) yaitu raja yang pandai membuat alat-alat memakai bahan
besi, raja yang bijaksana dan memiliki jiwa yang tenang, raja yang kuat dan
penuh dengan keteguhan serta jiwa yang tinggi, raja yang pemerintahannya
menghapuskan Ikatan Kawerrang (federasi) dan menjadi ikatan Tujuh Wanua
(negeri) itu, menjadi Negara kesatuan. Maka terbentuklah “Ade ‘PituE” sebagai
Meteri Kerajaan. Awal mulanya kerajaan Bone menjadi pusat orientasi segenap
hubungan kekerabatan, sehingga terciptalah struktur politik yang berpola dalam
struktur social.
Sumber Buku : SEJARAH KERAJAAN TANAH BONE (Masa Raja Pertama dan Raja-Raja Kemudiannya Sebelum Masuknya Islam Sampai terakhir)
Andi Palloge Petta Nabba
Desember 1990
diterbitkan pertama kali oleh penerbit Yayasan Al Muallim Desember 2006